Senin, 19 Desember 2011

Liberalisme


A.    Pengertian Paham Liberalisme
Liberalisme berasal dari kata liberal yang bermakna bebas dari batasan, bebas berpikir, leluasa dan sebagainya. Kata ini aslinya mulai dikenali pada abad ke-14 melalui Prancis, Latinnya adalah Liberalis. Dan suffixisme yang melekat setelah kata liberal menunjukkan bahwa “kebebasan berpikir” ini merupakan jenis kecendrungan yang kemudian belakang hari membentuk sebuah maktab. Dari sudut pandang etimologi, liberal dapat dilekatkan pada seseorang yang dalam pandangan-pandangan atau perilaku beragam yang diperbuatnya ia bersikap toleran. Dengan kata lain, ia tidak bersikap puritan dan fanatik terhadap pandangannya sendiri. Keyakinan terhadap kebebasan pribadi. Pendapat dan sikap politik yang menghendaki terjaganya tingkat kebebasan di hadapan hegemoni pemerintah atau setiap institusi lainnya yang mengancam kebebasan manusia.
Sedangkan istilah Berlin dalam mendefinisikan liberalism berkata: “Aku memandang liberalisme (kebebasan) itu tiadanya pelbagai penghalang dalam mewujudkan selaksa harapan manusia.” (Berlin, Char Maqaleh darbare Azadi; terjemahan Dr. Muh. Ali Muwahhid: 46) Liberalisme adalah suatu paham atau aliran ketatanegaraan dan ekonomi yang menghendaki demokrasi dan kebebasan berusaha dan berniaga (pemerintah untuk tidak boleh turut campur).
Liberalisme dapat diartikan pula sebagai paham kebebasan, yaitu paham yang menghendaki adanya kebebasan individu, sebagai titik tolak dan sekaligus tolok ukur dalam interaksi sosial.
Liberalisme adalah suatu paham yang menghendaki adanya suatu kebebasan individu dalam segala bidang, baik di bidang politik, ekonomi maupun agama. Menurut paham ini titik pusat dalam kehidupan ini adalah individu. Karena ada individu, maka masyarakat dapat tersusun, karena ada individu pula amaka Negara dapat terbentuk. Oleh karena itu, masyarakat atau Negara harus melindungi kebebasan dan kemerdekaan individu. Tiap-tiap individu harus memiliki  kebebasan dan kemerdekaan dalam bidang politik, ekonomi maupun agama (Leo Agung, 2002 : 11).
Liberalisme merupakan antitesis dari sistem perdagangan yang menggunakan sistem merkantilisme. Pedagang besar sering disebut borjuis, mereka ingin memperoleh kebebasan dalam melakukan usaha. Pertumbuhan ekonomi akan ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran. Mereka menyatakan bahwa pemerintahan yang paling baik seharusnya paling sedikit ikut campur dalam bidang ekonomi. Pandangan ini dikemukakan oleh Adam Smith (Bapak Ekonomi liberal kapitalis) yang menyatakan bahwa hukum pasar akan diatur oleh invisible hands”. Negara menurut paham liberalisme tradisional fungsinya sebagai penjaga malam. Dalam sistem liberalisme peluang tumbuhnya sistem kapitalisme sangat besar. Sejak timbulnya kapitalisme dan kemenangan paham liberalisme, imperialisme barat berubah menjadi imperialisme modern.
Pelopor politik liberal lainya diantaranya ada 2 tokoh yaitu John Locke dan Montesquieu. John Locke merupakan pelopor paham politik liberal dari Inggris. Menurut Locke, negara terbentuk dari perjajian sosial antara individu yang hidup bebas dan penguasa.Montesquieu (1689 – 1773) juga pelopor paham politik liberal. Dalam bukunya TheSpirit of Law’, Montesquieu dari Perancis mengembangkan teori pemisahan kekuasaan ekskutif, legislatif dan yudikatif. Setiap kekuasaan saling mengawasi dan mengimbangi satu dan yang lain. Apabila ketiga kekuasaan pemerintahan beradadalam satu tangan, akan muncul kesewenang-wenangan. Selain kedua tokoh tersebut, terdapat pula Voltaire (Perancis), JJ. Rousseau (Perancis) dan Immanuell Kant (Jerman).

B.     Faktor – Faktor Kemunculan Paham Liberalisme Dan Prakteknya Dalam kehidupan
Embrio perjuangan kaum liberal yang menentang setiap tindakan yang dianggap menekan kebebasan individu sebenarnya telah ada di Inggris. Kebebasan individu akhirnya dijamin dengan dikeluarkannya “Magna Charta” tahun 1215. Isi piagam ini antara lain bahwa seseorang (kecuali budak) tidak boleh ditangkap, dipenjara, disiksa, diasingkan atau disita hak miliknya tanpa cukup alasanm menurut hukum.
Dua peristiwa penting yang menjadi dasar lahirnya paham liberalisme adalah Declaration of Independence yang menyatakan bahwa semua orang diciptakan sama, bahwa Tuhan telah menganugrahi beberapa hak yang tidak dapat dipisahkan daripadanya, diantaranya hak hidup, kebebasan kemerdekaan dan hak untuk mencapai kebahagiaankemudian buku “Wealth of Nation” karya Adam Smith yang isinya mengenai gagasan-gagasan pokok yang mebjadi dasar bagi kaum liberal di bidang ekonomi (Leo Agung, 2002 : 11).
Paham kebebasan liberalisme mulai tumbuh subur di Eropa dan dianggap sebagai paham yang paling sesuai untuk diterapkan oleh negara-negara yang menjunjung  tinggi kebebasan. Liberalisme muncul sebagai sikap pendobrakan terhadap kekuasaan absolut dan didasarkan atas teori rasionalistis yang umum dikenal sebagai Social Contract. Salah satu asas dari gagasan kontrak sosial ini adalah bahwa dunia dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam (nature), yang mengandung prisip-prinsip keadilan universal; artinya berlaku untuk semua waktu serta semua manusia. Ini lazim dinamakan sebagai Natural Law. Teori- teori kontrak sosial merupakan usaha mendobrak dasar dari pemerintahan absolut, dan berusaha menetapkan hak-hak politik rakyat. Bagi John Locke , salah seorang pencetus gagasan ini, hak-hak politik mencakup hak atas hidup, hak atas kebebasan dan hak untuk mempunyai milik (life, liberty and property).
Pada perkembangannnya Montesquieu mencoba menyusun suatu sistem yang dapat menjamin hak-hak politik itu dan kemudian dikenal dengan istilah Trias Politica.  Revolusi Perancis pada akhir abad ke-18, serta Revolusi Amerika melawan Inggris merupakan akibat dari berkembangnya ide-ide liberalisme               dan kepemilikan hak-hak politik manusia. Akibat lebih lanjut dari pergolakan tersebu maka pada akhir abad ke-19, gagasan mengenai demokrasi khususnya liberalmendapat wujud yang konkret sebagai sebuah program dan sistem politik.
Pertumbuhan dan perkembangan perjuangan kaum liberal semakin nyata dengan munculnya golongan borjuis di Perancis pada abad ke 18, yang menyuarakan liberalisme sebagai aksi protes terhadap kepincangan yang ada di Perancis selama itu. Golongan borjuis berhasil mendekati rakyat untuk menentang kekuasaan raja yang absolute guna mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan dalam bidang politik, ekonomi dan agama. Gerakan liberalisme ini akhirnya meningkat menjadi gerakan politik dengan meletusnya revolusi Perancis tahun 1789. Selanjutnya, lewat kekuasaan Napoleon Bonaparte, paham liberalisme ini disebarluaskan ke seluruh erpa dan kemudian menyebar ke seluruh dunia dengan semboyannya “liberte, egalite dan fraternite”.
Menurut Hume, bahwa Liberalisme muncul untuk menjawab tantangan zaman. Kemunculan Liberalisme merupakan keniscayaan sejarah.(Garandeu, Le Liberalisme). Sebagian orang berkata bahwa terdapat dua faktor utama dalam kemunculan Liberalisme dan faktor-faktor lain merupakan ikutan dari dua faktor utama ini. Diantaranya,  faktor munculnya Liberalisme antara lain adalah sebagai berikut:
1.            Pemerintah Tiran
Adalah merupakan pemerintahan yang terlalu fokus pada dirinya sendiri di Eropa yang memandang dirinya sebagai pemilik jiwa, harta dan kehormatan masyarakat dan seenaknya mengambil keputusan tentang nasib dan masa depan mereka. Sebagai contoh jenis pemerintahan Prancis pada masa Louis 15 dan 16 (abad 18) yang merupakan seorang raja dan aristokrat yang berdasarkan pada tradisi keningratan, raja merupakan wakil Tuhan di muka bumi. Dan tidak seorang pun dibolehkan berkata apa pun tentang sang raja. Louis 16 pada Oktober 1887 di parlemen Paris berkata: “Raja tidak memiliki tanggung jawab apa pun kepada seseorang kecuali kepada Tuhan.”.
Akar pemikiran Louis ini dapat dilacak hingga pada tiga abad pertama Masehi, agama Kristen kala itu mengalami penindasan di bawah Imperium Romawi sejak berkuasanya Kaisar Nero.
2.         Perilaku Aparat Gereja
Gereja, alih-alih menjelaskan hakikat agama dan motivator masyarakat untuk melawan tirani dan kezaliman, malah terjerembab dalam kesalahan pahaman dan kekeliruan menjelaskan agama. Atas nama agama para pembesar gereja menerapkan metode kekerasan terhadap agama masyarakat. Berdasarkan keyakinan gereja abad pertengahan, sistem yang berlaku di muka bumi merupakan sistem yang berlaku di langit. Sistem ini merupakan sistem yang dikehendaki oleh Tuhan dan tidak dapat dirubah. Setiap orang, semenjak raja hingga jelata dan pengemis, harus menjalankan peran yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Sejatinya para pembesar gereja senantiasa menjadi penyokong sistem sosial dan politik dan sekali-kali tidak dapat menerima adanya penyimpangan. Berkebalikan dari masyarakat baru, tipologi asli abad pertengahan adalah tiadanya kebebasan pribadi. Pada masa ini, setiap orang terpenjara dengan perannya masing-masing dalam mekanisme sosial.”.
Tujuan utama pandangan dunia Liberalisme semenjak kemunculannya, berperang melawan kekuasaan mutlak. Liberalisme pada awalnya bangkit melawan pemerintahan absolute gereja di belahan dunia Barat dan kemudian melawan pemerintahan absolut para raja.

Praktek Kehidupan Liberalisme
1.      Dalam bidang Politik
Terbentuknya suatu Negara merupakan kehendak dari individindividu. Oleh karena itu yang berhak mengatur dan menetukan adalah individu-individu tersebut. Dengan kata lain kekuasaan Negara yang tertinggi (kedaulatan) dalam suatu Negara berada di tangan rakyat. Hal inilah yang kemudian melahirkan Negara demokrasi. Agar supaya kebebasan dan kemerdekaan individu tetap dihormati dan dijamin, maka harus disusun, dibentuk Undang-Undang Hukum parlemen dan sebagainya.
2.      Dalam Bidang ekonomi
Liberalisme dalam bidang ekonomi menghendaki adanya system ekonomi yang bebas. Sewtiap individu, setiap orang harus memiliki kebebasan dan kemerdekaan untuk berusaha, memilih pekerjaan yang disukai, mengumpulkan harta dan sebagainya. Pem,erintah tidak boleh mencampuri dalam kehidupan ekonomi, karena masalah itu adalah masalah individu.
3.      Dalam Bidang agama
Liberalisme menganggap masalah agama adalah masalah individu, maka tiap-tiap individu harus memiliki kebebasan dan kemerdekaan untuk memilih agama yang disukainya. Pemerintah tidak boleh ikut campur tangan dalam masalah agama. Liberalisme di bidang agama menghendaki adanya kebebasan untuk memilih agama yang disukainya dan bebas beribadah menurut agama yang dianutnya (Leo Agung : 2002 : 13-14).

C.     Politik Liberalisme Di Indonesia
Masa antara tahun-tahun 1870- dan 1900 di Indonesia pada umumnya disebut zaman Liberalisme. Dengan ini  dimaksud bahwa pada masa itu untuk pertama kali dalam sejarah colonial di Indonesia kepada usaha dan modal swasta diberikan peluang sepenuhnya untuk menanamkan modal mereka dalam berbagai usaha kegiatan di Indonesia khususnya perkebunan-perkebunan besar di Jawa maupun di luar Jawa. Meluasnya pengaruh ekonomi Barat dalam masyarakat Indonesia zaman liberal tidak saja terbatas pada penanaman tanaman perdagangan di perkebunan besar tetapi juga meliputi import barang-barang jadi yang dihasilkan oleh industri-industri yang sedang berkembang di negeri Belanda.
System ekonomi liberal mempermudah bank akspor maupun impor modal. Penanaman modal di Indonesia terutama terjadi pada industri gula, timah, dan tembakau yang mulai berkembang sejak tahun 1885. dengan dihapuskannya tanam paksa secara berangsur-angsur, maka tanaman wajib pemerintah diganti dengan perkebunan-perkebunan yang diusahakan oleh pengusaha-pengusaha swasta.
Penghapusan tanam paksa menyebabkan munculnya sistem ekonomi liberal, dimana Indonesia dijadikan sebagai tempat untuk menanamkan modal mereka. Pada masa Liberalisme, komersialisme terhadap  bangsa Indonesia tampak dengan:
1)      Indonesia dijadikan tempat untuk mencari bahan mentah untuk kepentingan Industri orang-orang Eropa
2)      Indonesia dijadikan sebagai tempat untuk menanamkan modal bagi para pengusaha swasta asing. Dengan cara menyewa tanah rakyat untuk dijadikan perkebunan-perkebuan  besar.
3)      Indonesia juga dijadikan sebagai tempat untuk memasarkan hasil-hasil Industri Eropa.
Pada masa Liberalisme ini pulalah merupakan awal munculnya industrialisasi di Indonesia. Munculnya Industrialisasi ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) tahun 1870 ,yang memberikan peluang bagi pengusaha asing (pengusaha dari Inggris, Belgia, Perancis, Amerika Serikat, Cina, dan Jepang) untuk menyewa tanah dari rakyat Indonesia tetapi tidak boleh menjualnya. Mereka mulai datang ke Indonesia untuk menanamkan modal dan untuk memperoleh keuntungan yang besar.
Tanah penduduk Indonesia yang awalnya merupakan milik pribadi tersebut harus disewa untuk jangka waktu tertentu (25 tahun untuk tanah pertanian, 75 tahun untuk tanah ladang) oleh para pemilik modal swasta asing. Penduduk hanya mendapatkan uang sebagai uang sewa tanah tersebut. Tanah yang disewa  kemudian dijadikan `perkebunan-perkebunan besar yang dilengkapi dengan pabrik-pabrik untuk mengolah hasil perkebunan tersebut. Perkebunan-perkebunan tersebut diantaranya Perkebunan Kopi, Teh, Gula, Kina dan Tembakau. Di Deli, Sumatra Timar. Industri di Indonesia awalnya memang hanya industri perkebunan tetapi perkembangannya di Indonesia terdapat industri mesin, industri tambang, dsb. Para pengusaha Indonesia tidak mampu mengalah pengusaha swasta asing.
Sebagai ganti dari eksploitasi pemerintah akan dijalankan kebebasan berusaha dan kerja paksa akan diganti dengan kerja bebas. Akan teatapi sekali lagi perlu diingat, baik partai liberal maupun partai konservatif sepakat bahwa daerah jajahan harus membantu Negara induk dalam kesejahteraan materialnya. Keduanya tidak berkeberatan akan penyumbangan surplus anggaran belanja Hindia- Belanda kepada Nedherland. Soal yang dihadapai golongan liberal adalah bukan bagaimana mengatur daerah koloni, tetapi bagaimana mengatur daerah koloni untuk mendapatkan uang. Dengan demikian, penghapusan tanam paksa tidak berarti berakhirnya penderitaan rakyat karena penarikan modal pemerintah digantikan dengan pemasukan modal swasta.
Terbukanya Indonesia bagi swasta asing berakibat munculnya perkebunan-perkebunan swasta asing di Indonesia seperti perkebunan teh dan kina di Jawa Barat, perkebunan tembakau di Deli, perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan perkebunan karet di Serdang. Selain di bidang perkebunan, juga terjadi penanaman modal di bidang pertambangan batu bara di Umbilin. Menurut Swanto, dkk. (1997) pengaruh gerakan liberal terhadap Indonesia secara umum adalah :
1). Tanam paksa dihapus.
2). Modal swasta asing mulai ditanamkan di Indonesia.
3). Rakyat Indonesia mulai mengerti akan arti pentingnya uang.
4). Usaha kerajinan rakyat terdesak oleh barang impor.
5). Pemerintah Hindia Belanda membangun sarana dan prasarana.
6). Hindia Belanda menjadi penghasil barang perkebunan yang penting

D.    Perkembangan Ekonomi Indonesia Selama Zaman Liberalisme
Perkebunan-perkebunan gula, kopi, tembakau dan tanaman-tanaman perdaganagn lainnya mengalami perkembangan yang paling pesat antar tahun 1870 dan 1885. Selama masa ini para pengusaha-perkebunan-perkebuann memperoleh keuntungan-keuntungan yang besar sekali dari penjualan tanaman dagang ini di pasaran dunia. Untuk sebagian besar perkembangna pesat ini disebabkan oleh pembukaan terusan Suez dalam tahun 1869 yang sangat mengurangi jarak antra Negara penghasil tanaman dagang dan pasaran-pasaran dunia yang terpenting di dunia.
Setelah tahun 1885 perkembangan tanaman dagang mulai berjalan agak seret yang disebabkan oleh jatuhnya harga-harga koli dan gula di pasaran dunia. Dalam tahun 1891 harga tembakau di pasaran dunia juga jatuh dengan pesat sehingga membahayakan kelangsungan hidup perkebunan-perkebunan. Jatuhnya harga.
Kondisi-kondisi yang menguntungkan bagi penanam modal asing dijamin oleh pemerintah colonial, seperti tenaga kerja dan sewa tanah yang murah. Hal itu dapat dilihat dari isi Undang-Undang agrarian tahun 1870, suatu peraturan yang umumnya dianggap sebagai dimulainya politik colonial liberal di hindia Belanda. Peraturan tersebut pada pokoknya berisi dua hal, yaitu pengambilalihan tanah milik penduduk tidak diperbolehkan, dan orang asing boleh menyewa tanah untuk perkebunan. Tidak mengherankan bahwa sesudah tahun 1870 modal asing semakin meningkat mengalir ke Jawa secara intensif.
Pada tahun 1882 pajak kepala diadakan dengan maksud untuk menggantikan wajib kerja. Jumlah per kepala dipungut dari semua warga desa yang kena wajib kerja. Pada tahun ini juga dihapuskan pancen diensten, yang terdiri atas 15 jenis, kecuali kerja wajib untuk perbaikan jalan, dam, tanggul dan saluran air. Dalam politik liberal penetrasi usaha kapitalis berpenetrasi sampai ke individu. Konversi tanah yang dikuasai perseorangan menjadi tanah yang dikuasai tuan perkebunan berarti tanah masuk obyek komersialisasi. Perkembangan selanjutnya sebagian ditentukan oleh factor-faktor modernisasi lain, seperti komunikasi, birokrasi, adukasi dan industrialisasi pertanian.
Pelaksanaan politik kolonial liberal ternyata tidak lebih baik dari pada tanam paksa. Justru pada masa ini penduduk diperas oleh dua pihak. Pertama oleh pihak swasta dan yang kedua oleh pihak pemerintah. Pemerintah Hindia Belanda memeras penduduk secara tidak langsung melelui pajak-pajak perkebunan dan pabrik yang harus dibayar oleh pihak swasta. Padahal, pihak swasta juga ingin mendapat keuntungan yang besar. Untuk itu, para buruh diibayar dengan gaji yang sangat rendah, tanpa jaminan kesehatan yang memadai, jatah makan yang kurang, dan tidak lagi mempunyai tanah karena sudah disewakan untuk membayar hutang.
Disamping itu, para pekerja perkebunan diikat dengan sistem kontrak, sehingga mereka tidak dapat melepaskan diri. Mereka harus mau menerima semua yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Mereka tidak berani melarikan diri walaupun menerima perlakuan yang tidak baik, karena mereka akan kena hukuman dari pengusaha jika tertangkap. Pihak pengusaha memang mempunyai peraturan yang disebut Poenale Sanctie (peraturan yang menetapkan pemberian sanksi hukuman bagi para buruh yang melarikan diri dan tertangkap kembali). Keadaan yang demikian ini menyebabkan tingkat kesejahteraan rakyat semakin merosot sehingga rakyat semakin menderita.
Jadi, pada masa tanam paksa rakyat diperas oleh pemerintah Hindia Belanda, sedangkan pada masa politik pintu terbuka rakyat diperas baik pengusaha swasta maupun oleh pemerintah. Walaupun pemerintah melakukannya secara tidak langsung. Kekuatan liberal mendesak pemerintahan kolonial melindungi modal swasta dalam mendapatkan tanah, buruh, dan kesempatan menjalankan usaha atau perkebunan. Negara menjadi pelayan modal lewat dukungan infrastruktur dan birokrasi, dengan menelantarkan pelayanan masyarakat. Dengan demikian politik kolonial liberal yang semula menghendaki liberalisasi tanah jajahan lalu berkembang menjadi bagaimana mengatur tanah jajahan untuk memperoleh uang.

E.     Dampak Politik Liberalisme Di Indonesia
Perkebunan-perkebunan besar di Jawa berkembang dengan pesat di alam liberal, yang sangat menguntungkan pihak mswasta Belanda maupun pemerintah colonial, maka di lain pihak tingkat kesejahteraan orang-orang Indonesia di jawa semakin mundur. Di pihak lain angka-angka yang tersedia mengenai produksi bahan makanan memperlihatkan bahwa kenaikan produksi ini malahan lebih rendah lagi daripada kenaikan  jumlah penduduk. Disamping itu, krisis yang telah dialami perkebunan-perkebunan besar sekitar tahun 1885 juga membawa pengaruh buruk bagi penduduk Jawa karena penyempitan operasi perkebunan-perkebunan ini berarti pula penyempitan penghasilan penduduk Jawa, baik yang berupa upah bagi pekerjaan di perkebunan maupun yang berupa sewa tanah.
Kemakmuran yang telah menurun dari penduduk Jawa disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama pertumbuhan penduduk yang pesat telah mengakibatkan perbandingan antara jumlah penduduk (faktor produksi tanah) yang terbatas dilain pihak tidak lagi seimbang akhirnya berakibat hokum pertambahan hasil yang berkurang, kenaikan produksi pertanian juga berkurang. Kedua, perkembangan produksi pertanian yang tidak menguntungkan ini juga tidak dapat diubah dengan penggunaaan  peralatan pertanian yang lebigh efisien berhubung para petani rata- rata sangat kekurangan modal sebagai akibat kemiskinan mereka. Ketiga, politik pemerintahan colonial terhadap pulau Jawa. Yang mana berarti bahwa penduduk Jawalah yang harus menanggung segala beban untuk mengatur dan memerintah daerah koloni di luar Jawa. Keempat yaitu adanya system perpajakan yang sangat regresif, artinya sangat memberatkan golongan yang berpendapatan rendah, untuk sebagian terbesar terdiri dari orang- orang Indonesia pribumi, akan tetapi di lain pihak sangat meringankan golongan yang berpendapatan tinggi, yang untuk sebagian besar terdiri atas orang-orang Eropa. Faktor kelima, adanya krisis yang telah melanda perkebuna-perkebunan besar sekitar tahun 1885. Kejadian ini telah mendorong perkebunan-perkebunan besar di Jawa untuk mengadakan penghematan-penghematan drsatis yang dicari dalam penekanan upah dan sewa tanah sampai tingkat yang serendah mungkin.
Dalam penerapan politik liberalisme di Indonesia mengalami dampak-dampak yang menyebabkan perubahan-perubahan. Diantara dampak-dampak selain ekonomi, sosial, dan budaya, sesuai dengan permasalahan. Diantara dampak atau pengaruh politik liberalisme Eropa terhadap perpolitikan di Indonesia pada abad 19 yaitu sebagai berikut:
1.  Adanya merkantilisme dari negara-negara Eropa
Merkantilisme ialah suatu kebijaksanaan politik ekonomi dari negara imperialis dengan tujuan menumpuk kekayaan berupa uang mulia sebanyak-banyaknya, sebagai ukuran kekayaan, kesejahteraan dan kekuasaan negara tersebut.
2.  Perekonomian yang dikuasai oleh sektor swasta
Pengusaan pada sektor perekonomian ini, para pengusaha telah melakukan monopoli pada sektor perdagangan khususnya rempah-rempah. Selian itu para penguasa juga menguasai seluruh sektor penjualan tanaman perkebunan.
3.    Dari segi birokrasi
Dari segi birokrasi, peran bupati dan penguasa lokal dalam perekonomian semakin terbatas. Hal ini, dilakukan oleh pihak penjajah yang bertujuan untuk memangkas loyalitas rakyat terhadap penguasa pribumi, mempersempit kekuasaan wilayah penguasa pribumi, serta memperkecil penyelewengan dan kesewenang-wenangan penguasa pribumi.
Kaum liberal juga memandang Hindia Belanda sebagai ladang pihak swasta sehingga dapat menimbulkan akibat-akibat, diantaranya : 1) Timbulnya urbanisasi. Hal ini dapat terjadi karena rakyat yang sudah tidak mempunyai tanah, pergi ke kota untuk mencari kehidupan dengan bekerja pada pabrik-pabrik yang telah didirikan oleh pihak swasta maupun pemerintah. 2) Penduduk kota semakin bertambah padat. 3) Timbulnya kaum buruh. 4) Rakyat pedesaan mulai mengenal uang. 5) Barang kerajinan rakyat terdesak oleh barang impor. 6) Tanah perkebunan semakin luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar